PERENCANAAN
PERMUKIMAN
PEREMAJAAN
PERMUKIMAN KUMUH
Inung
Dwi Nurhadi
Nim
: 41214110136
2015/2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Perencanaan permukiman kumuh ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima
kasih pada Bapak Joni Hardi, Ir, MT selaku Dosen mata kuliah
Perencanaan Permukiman UMB yang telah memberikan tugas ini kepada
kami.
Kami
sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai peran Perencanaan bangunan
dan juga untuk membantu dalam pembuatan karya tulis dalam arsitektur
agar mudah di pahami dan di mengerti oleh seluruh lapisan
masyarakat.. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah
yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga
makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan
makalah ini di waktu yang akan datang.
Jakarta
, Januari 2016
Inung
Dwi Nurhadi
BAB I
PENDAHULUAN
Kawasan
kumuh adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi
di sebuah kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin. Kawasan
kumuh dapat ditemui di berbagai kota besar di dunia. Kawasan kumuh
umumnya dihubung-hubungkan dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran
tinggi. Kawasan kumuh dapat pula menjadi sumber masalah sosial
seperti kejahatan, obat-obatan terlarang dan minuman keras. Di
berbagai negara miskin, kawasan kumuh juga menjadi pusat masalah
kesehatan karena kondisinya yang tidak higienis.
Di
berbagai kawasan kumuh, khususnya di negara-negara miskin, penduduk
tinggal di kawasan yang sangat berdekatan sehingga sangat sulit untuk
dilewati kendaraan seperti ambulans dan pemadam kebakaran. Kurangnya
pelayanan pembuangan sampah juga mengakibatkan sampah yang
bertumpuk-tumpuk.
Kawasan
kumuh di Indonesia (Jakarta)
Peningkatan
kawasan kumuh juga berkembang seiring dengan meningkatnya populasi
penduduk, khususnya di dunia ketiga.
Pemerintah-pemerintah
di dunia sekarang ini mencoba menangani masalah kawasan kumuh ini
dengan memindahkan kawasan perumahan tersebut dengan perumahan modern
yang memiliki sanitasi yang baik (umumnya berupa rumah bertingkat).
Beberapa
indikator yang dapat dipakai untuk mengetahui apakah sebuah kawasan
tergolong kumuh atau tidak adalah diantaranya dengan melihat :
Tingkat kepadatan kawasan, Kepemilikan lahan dan bangunan serta
kualitas sarana dan prasarana yang ada dalam kawasan tersebut.
Namun
kondisi kumuh tidak dapat digeneralisasi antara satu kawasan dengan
kawasan lain karena kumuh bersifat spesifik dan sangat bergantung
pada penyebab terjadinya kekumuhan. Tidak selamanya kawasan yang
berpenduduk jarang atau kawasan dengan mayoritas penghuni
musiman/liar masuk dalam kategori kumuh. Kerenanya penilaian tingkat
kekumuhan harus terdiri dari kombinasi dari beberapa indikator kumuh
yang ada. Anak-anak yang tinggal di kawasan yang kumuh akan terganggu
kesehatan dan kenyamanan tempat tinggal karena kelalaian pemerintah
yang tidak memperhatikan dan memperdulikan akan kebersihan lingkungan
negaranya bagi rakyat-rakyat.
Peremajaan
permukiman kumuh merupakan usaha yang tidak mudah karena memerlukan
dana yang cukup besar, sitem organisasi dan koordinasi dan
administrasi yang lebih teliti untuk melaksanakan program jangka
panjang. Tetapi hasil yang diperoleh dari usaha ini dapat menumbuhkan
dan meratakan struktur perekonomian kota, mendorong mobilitas dan
produktivitas kelompok besar masyarakat perkotaan yaitu masyarakat
berpenghasilan rendah. Ketegangan sosial dan ketidaktertiban hukum
akan dapat lebih berkurang dengan penataan permukiman yang lebih
teratur, bersih dan dinamis.
Penulisan
ini merupakan suatu kajian terhadap sistim pembelajaran yang
bertujuan menumbuhkan kepekaan persaingan untuk menghasilkan karya
terbaik bagi mahasiswa. Melihat tuntutan kebutuhan pasar kerja yang
menuntut kompetensi yang sangat tinggi terhadap para lulusan
perguruan tinggi, maka diperlukan suatu metode pengajaran yang dapat
menghasilkan out-put lulusan yang mempunyai kompetensi berstandar
tinggi dan selalu menghasilkan karya-karya terbaik. Dengan
penyampaian bahasa yang baik dan tepat. Mahasiswa mampu memahami
bagaimana perkembangan perumahan dan permukiman yang ada di Indonesia
dan yang ada di dunia.
• Adanya
pola penyebaran Pembangunan Rumah Susun dengan sistem pengendalian
yang jelas serta menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya.
• Memenuhi
kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat terutama golongan
masyarakat yang berpenghasilan rendah.
• Meningkatkan
daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan
memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan
permukiman yang lengkap, serasi dan dinamis.
• Pola
permukiman kembali lagi peremajaan permukiman kumuh dan penertiban
perumahan kumuh ilegal.
Terbentuknya
perumahan dan permukiman membutuhkan waktu yang lama dan mengalami
proses yang panjang. Perkembangan morfologi perumahan dan permukiman
di Indonesia dipengaruhi oleh perkembangan perumahan dan permukiman
yang ada di dunia. Bentuk-bentuk perumahan dan permukiman yang kita
kenal saat ini merupakan hasil perjalanan sejarah masa lalu yang
berkembang hingga saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Pemukiman
kumuh adalah pemukiman yang tidak layak huni karena tidak memenuhi
persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis
Suatu
pemukiman kumuh dapat dikatakan sebagai pengejaan dari kemiskinan,
karena pada umumnya di pemukiman kumuhlah masyarakat miskin tinggal
dan banyak kita jumpai di kawasan perkotaan. Kemiskinan merupakan
salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan.
Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan
pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan
dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan institusi penanggulangan
kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan
peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan
perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya.
Wilayah
kawasan kumuh menurut Bank Dunia (1999) merupakan bagian yang
terabaikan dalam pembangunan perkotaan. Hal ini ditunjukkan dengan
kondisi sosial demografis di kawasan kumuh seperti kepadatan penduduk
yang tinggi, kondisi lingkungan yang tidak layak huni dan tidak
memenuhi syarat serta minimnya fasilitas pendidikan, kesehatan dan
sarana prasarana sosial budaya. Tumbuhnya kawasan kumuh terjadi
karena tidak terbendungnya arus urbanisasi.
Kota
Denpasar sebagai ibu kota provinsi dan pusat perdagangan tidak lepas
dari masalah urbanisasi. Dengan luas wilayah yang relatif stabil
tetapi laju pertambahan
penduduk
yang terus meningkat maka kebutuhan akan lahan permukiman akan
meningkat.
Penelitian
ini dilakukan dengan rancangan studi kasus yang bersifat eksploratif.
Wilayah penelitian dipilih secara purposive berdasarkan jumlah
wilayah kumuh yang berada di satu wilayah. Penelitian dilakukan di
dua permukiman kumuh yang ada di Desa Pemecutan Kaja yaitu di Br.
Belong Menak dan Gang Angsa. Subyek dari penelitian ini adalah
keluarga di permukiman kumuh dan responden adalah kepala keluarga
atau istrinya. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
menggunakan instrumen yang telah dikembangkan khusus untuk itu. Untuk
melengkapi kajian, pengumpulan data juga dilakukan dengan observasi,
analisis dokumen dan wawancara mendalam dengan pejabat terkait di
pemerintahan Kota Denpasar.
Luas
dua lokasi penelitian adalah 1,3 Ha atau sekitar 6,5% dari luas
permukiman kumuh di Kota Denpasar. Akses masuk ke dua wilayah
permukiman sudah cukup baik. Kepadatan penduduk di kedua wilayah
penelitian sangat tinggi yaitu 50.923 jiwa/km2. Hampir seluruh
penduduk yang tinggal di dua wilayah adalah penduduk pendatang yaitu
pendatang lokal dari Bali (47,5%) dan dari luar Bali (51,4%). Tingkat
kepemilikan kartu KK, KTP dan Kipem masih rendah yaitu berturut-turut
60%, 58% dan 15%.
Dari
177 KK yang diwawancarai, hampir seluruhnya tergolong usia produktif.
Sebagian terbesar responden berpendidikan menengah kebawah Tingkat
sosial ekonomi keluarga di kedua wilayah pada umumnya rendah. Akses
keluarga terhadap komunikasi, informasi, hiburan dan transportasi di
kedua wilayah ini cukup memadai. Hal ini dibuktikan dengan lebih dari
50% kepemilikan keluarga terhadap telepon/HP, televisi, radio dan
sepeda motor.
Perilaku
kesehatan yang dikaji pada studi ini adalah perilaku merokok
dikalangan penduduk yang berusia di atas 10 tahun, minum minuman
beralkohol, kebiasaan membuang sampah dan penggunaan garam beriodium.
Total jumlah perokok adalah 130 orang atau 24% dari 533 penduduk yang
berusia di atas 10 tahun. Sebagian terbesar keluarga (82,5%) sudah
memakai garam beriodium untuk memasak. Sebagian besar keluarga di
sini (72,5%) membuang sampah sembarangan, hampir tidak ada penduduk
yang memiliki kebiasaan minum alkohol.
Sanitasi
lingkungan merupakan masalah yang menonjol di daerah kumuh.
Lingkungan yang terkesan kotor dan kumuh lebih tampak di wilayah
Belong Menak. Sebagian besar responden (80%) mengaku tidak memiliki
jamban, dan membuang kotoran di sungai.
Akses
penduduk di kedua wilayah ini ke pelayanan kesehatan dikaji
berdasarkan pemanfaatan fasilitas rawat jalan dan rawat inap,
pemeriksaan ibu hamil oleh tenaga kesehatan, imunisasi balita. Dari
enam ibu hamil yang ada, semuanya sudah pernah memeriksakan
kehamilannya ke tenaga kesehatan.
Sebagian
besar balita (75,7%) sudah diimunisasi lengkap. Pelayanan kesehatan
yang menjadi pilihan untuk mengimunisasi anak adalah puskesmas
(52,2%), posyandu (26,1%) dan bidan atau dokter praktek
swasta
(21,7%). Sebagian besar balita (84,4%) di kedua wilayah ini termasuk
status gizi normal (BMI antara 20-25), dan 15,6% balita gizinya
kurang (BMI kurang dari 20). Pemanfaatan rawat jalan dalam satu bulan
terakhir, 47 orang (6,7%) mengaku sudah memanfaatkan fasilitas rawat
jalan 13 orang (2%) memanfaatkan rawat inap dalam satu tahun terakhir
dari penduduk di permukiman kumuh. Keluhan utama yang menyebabkan
mereka mencari perawatan adalah ISPA, diare, DBD dan thypoid.
Dilihat
dari kepemilikan jaminan pembiayaan kesehatan, hanya sebagian kecil
(14,7%) masyarakat di kedua wilayah ini yang sudah terlindungi oleh
jaminan pemeliharaan kesehatan. Jaminan kesehatan yang dimiliki
adalah Askes PNS (3%), Askeskin (35%), Jamsostek (35%) dan Askes
swasta lainnya (27%). Kemampuan keluarga membayar jaminan pelayanan
kesehatan (ability to pay) sebesar 5% dari pendapatan per kapita per
bulan.
Lingkungan
permukiman kumuh didefinisikan sebagai lingkungan permukiman yang
berpenghuni padat (melebihi 500 jiwa/ha), kondisi sosial dan ekonomi
rendah, jumlah rumah yang sangat padat dan ukurannya di bawah
standar, lingkungan dan tata permukiman tidak teratur (bangunan
sementara dan acak-acakan tanpa perencanaan), prasarana lingkungan
hampir tidak ada atau tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan
(mck, air bersih, saluran buangan, listrik, gang, lingkungan jorok
dan menjadi sarang penyakit), fasilitas sosial kurang (sekolah, rumah
ibadah, balai pengobatan), serta dibangun di atas tanah negara atau
tanah milik orang lain, dan di luar peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Luas kawasan kumuh di Propinsi DKI Jakarta meliputi 4,2%
dari luas existing perumahan yaitu 29.23 Ha
Keberadaan
permukiman kumuh tidak bisa dilepaskan dari keberadaan para pendatang
(kaum urbanisasi) yang merantau ke kota untuk mendapatkan pekerjaan
guna memperoleh penghasilan. Adanya urbanisasi ke kota tiap tahun
tidak pernah menurun jumlahnya. Terjadinya arus urbanisasi ke kota
disebabkan oleh dua hal yaitu kondisi-kondisi yang mendorong
terjadinya urbanisasi dan kondisi-kondisi daya tarik kota.
Kondisi-kondisi yang mendorong terjadinya urbanisasi ke kota adalah
terjadinya kemiskinan di pelosok pedesaan. Kemiskinan itu dikarenakan
tidak tersedianya lapangan kerja yang layak, terdesaknya kegiatan
kerajinan masyarakat desa oleh produksi pabrik berskala besar,
terbatasnya lahan persawahan yang bisa digarap sementara jumlah
angkatan kerjanya terus meningkat dan membutuhkan saluran.
Kondisi-kondisi yang menjadi daya tarik kota adalah di kota merupakan
pusat perdagangan, berbagai jenis pekerjaan kasar yang mengandalkan
‘otot’ tersedia, selain itu adanya contoh-contoh yang dibawa oleh
para pemudik setiap tahun dengan membawa bukti keberhasilan semakin
mengeraskan tekad mereka berurbanisasi ke kota. Ketika menghadapi
kenyataan setelah di kota, kaum urbanisasi terjebak dalam impiannya.
Untuk kembali ke kampung halamannya dibebani rasa malu karena beban
mental yang disandangnya sebagai orang yang gagal dalam menempuh
kehidupannya. Karena terlanjur basah, bekerja apapun dilakukan, dan
menetap di manapun tidak masalah. Kaum urban tersebut berpotensi
menjadi penghuni permukiman kumuh.
Stratifikasi
sosial para pemukim di permukiman kumuh adalah masyarakat
berpenghasilan rendah. Bagi mereka yang memiliki bekal pendidikan
yang memadai, mereka dapat memasuki sektor kerja formal seperti
anggota ABRI, pegawai negeri sipil golongan rendah, pekerja pabrik,
dan pegawai swasta lainnya. Sedangkan bagi mereka yang tanpa bekal
pendidikan dan keterampilan yang memadai menyebabkan mereka tidak
bisa terekrut dalam lapangan pekerjaan sektor formal. Untuk menekuni
sektor informal mereka juga tidak memiliki modal dan pengetahuan
usaha, sehingga mereka hanya bisa memasuki pekerjaan dengan status
pekerja-informal kasar, seperti penarik becak, kuli angkut/panggul di
stasiun atau pasar, pemulung, kuli gali/bangunan, pelacur, pengemis
dan lainnya. Sebagian dari mereka membentuk permukiman liar
(squatters) di bantaran sungai/kali, di lokasi pembuangan sampah
akhir, di sisi jalan kereta api, di atas jalur hijau; atau di atas
lahan-lahan kosong karena ditelantarkan oleh pemilik atau karena
statusnya dalam sengketa.
Pilihan
mereka untuk menetap di permukiman kumuh disebabkan oleh beberapa
hal; pertama, lokasi tersebut sudah ditempati secara turun-menurun
atau sudah menetap kerabat/kenalan sehingga bisa ditumpangi; kedua,
tidak memerlukan biaya yang banyak dibandingkan harus mengontrak di
permukiman resmi atau membeli tanah kemudian membangun rumah atau
mengkredit rumah; ketiga, prioritas mereka ke kota adalah untuk
mencari uang, untuk sekedar membiayai kehidupan, bukan membangun
kehidupan di kota; keempat, lokasinya strategis bagi kegiatan usaha,
berdekatan dengan tempat pekerjaan, berdekatan dengan kebutuhan
angkutan kota, dan tersedia berbagai keperluan kebutuhan kehidupan
mulai dari kebutuhan makan sampai kebuthan lainnya yang tersedia
selama 24 jam; kelima, kebersamaan dan kesetiakawanan yang cukup
tinggi di antara sesama pemukim karena lokasi lingkungan yang
berdempetan sehingga sering terjadi dialog satu sama lain.
Permukiman
kumuh sangat lambat dalam beradaptasi dengan perubahan wajah kota,
yang mana jumlah pemukim (penduduk) melebihi ratio layak,
lingkungannya semrawut sehingga terkesan jorok dan sempit. Keadaan
ini menghasilkan wilayah-wilayah perkotaan dengan kualitas lingkungan
yang sangat rendah, kelangkaan air, dan tingkat polusi udara yang
sangat tinggi. Hal ini dapat ditunjukkan antara lain dengan mutu air
yang sangat rendah akibat polusi, sungai-sungai yang rusak karena
bantarannya dipakai rumah, tingkat kesehatan karena tidak disediakan
saluran pembuangan dan rendahnya kesadaran pemukim dalam menjaga
kesehatan, pepohonan banyak yang ditebang, penyalahgunaan daerah
resapan air, pemanfaatan air tanah secara berlebihan dan semena-mena,
sehingga sudah barang tentu mencemari dan merusak lingkungan.
Peremajaan
permukiman kumuh merupakan usaha yang tidak mudah karena memerlukan
dana yang cukup besar, sitem organisasi dan koordinasi dan
administrasi yang lebih teliti untuk melaksanakan program jangka
panjang. Tetapi hasil yang diperoleh dari usaha ini dapat menumbuhkan
dan meratakan struktur perekonomian kota, mendorong mobilitas dan
produktivitas kelompok besar masyarakat perkotaan yaitu masyarakat
berpenghasilan rendah. Ketegangan sosial dan ketidaktertiban hukum
akan dapat lebih berkurang dengan penataan permukiman yang lebih
teratur, bersih dan dinamis.
Peremajaan
kota adalah segala upaya dan kegiatan pembangunan yang terencana
untuk merubah/memperbaharui suatu kawasan terbangun di kota yang
sudah merosot fungsinya agar kawasan tersebut fungsinya meningkat
lagi dan menjadi lebih sesuai dengan pengembangan kota. Kemerosotan
kawasan tersebut dapat saja terjadi karena kondisi fisik lingkungan
yang sudah tidak memadai lagi untuk mendukung efektivitas fungsi
lingkungan/kawasan atau sebab pelapukan karena umur, atau oleh sebab
pembangunan kota yang menyebabkan fungsi lama menurun atau tidak lagi
serasi dengan tatanan kota setelah pengembangan. Peremajaan kota
bukan semata-mata ditujukan pada perbaikan fisik saja, tetapi justru
yang utama adalah perbaikan tatanan sosial ekonomi masyarakat di
kawasan tersebut sehingga akan lebih mampu menunjang kehidupan kota
secara luas. Penataan permukiman kumuh adalah bagian dari program
peremajaan kota di mana kawasan yang ditata adalah kawasan
hunian/lingkungan perumahan untuk menjadikan lingkungan tersebut
lebih fungsional dan terpadu.
Konsep
dasar penataan kawasan hunian kumuh yang dikembangkan oleh pemerintah
dewasa ini adalah membangun tanpa menggusur mereka keluar, apalagi
sampai mengalami proses pemiskinan karena tidak dapat memanfaatkan
dengan baik uang ganti rugi yang mereka terima. Dalam penataan
permukiman kumuh, semua penduduk lama harus dapat ditampung kembali
dalam rumah yang dibangun dalam lokasi yang sama, baik dengan cara
memiliki yang didukung dengan fasilitas KPR maupun dengan cara
menyewa agar disamping kondisi perumahan mereka menjadi lebih baik,
mereka tidak kehilangan keuntungan-keuntungan dari lokasi tempat
tinggal yang sebelumnya telah mereka nikmati. Penataan tidak dapat
dilakukan hanya dengan memberi ganti rugi kepada pemilik bangunan
atau menyewa rumah dan membiarkan para penghuninya pergi dan mencari
tempat tinggal di tempat lain. Hal ini akan menyebabkan timbulnya
permukiman kumuh baru di tempat lain.
Peremajaan
permukiman kumuh diartikan sebagai pembongkaran sebagian atas seluruh
permukiman kumuh yang sebagian besar atau seluruhnya berada di atas
tanah negara dan kemudian di tempat yang sama dibangun prasarana dan
fasilitas lingkungan rumah serta bangunan-bangunan lainnya sesuai
dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan.
Peremajaan
lingkungan permukiman kumuh mempunyai tiga tujuan. Pertama,
meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan, harkat, derajat dan
martabat masyarakat penghuni permukiman yang sehat dan teratur.
Kedua, mewujudkan kawasan kota yang ditata secara lebih baik sesuai
dengan fungsinya sebagaimana ditetapkan dalam rencana tata ruang kota
yang bersangkutan. Ketiga, mendorong penggunaan tanah yang lebih
efisien dengan pembangunan rumah susun, meningkatkan tertib bangunan,
memudahkan penyediaan prasarana dan fasilitas lingkungan permukiman
yang diperlukan serta mengurangi kesenjangan kesejahteraan penghuni
dari berbagai kawasan di daerah perkotaan.
Ada
beberapa alternatif penanganan yang dewasa ini dapat dilaksanakan
untuk mengatasi permukiman kumuh yaitu :
Perbaikan
kampung (KIP) dapat dilakukan untuk menangani lingkungan permukiman
yang tidak terlalu padat. Dalam perbaikan kampung, pemerintah
memperbaiki berbagai prasarana dan fasilitas lingkungan yang tidak
bisa dilakukan oleh perorangan seperti pengerasan jalan, pembuatan
saluran limbah/hujan dan sebagainya. Perbaikan rumahnya diserahkan
kepada masing-masing pemiliknya namun perlu dibantu dengan fasilitas
kredit yang ringan.
Program
Perbaikan Lingkungan Permukiman Kumuh di DKI Jakarta telah dimulai
sejak tahun 1969, yang kemudian dikenal dengan Proyek Mohammad Husni
Thamrin (MHT), dengan penekanan berbeda sesuai kebutuhan. Penekanan
program MHT 1 sampai dengan IV diganbarkan sebagai berikut :
1969
– 1982 (MHT I) : Fisik
1982
– 1989 (MHT II) : Fisik dan Sanitasi dengan konsentrasi pada
Daerah Aliran Sungai (DAS)
1989
– 2002 (MHT III) : Tribina (Bina Sosial, Bina Ekonom, Bina Fisik)
2002
– akan datang
(MHT
IV) : Pendekatan pembangunan bertumpu pada komunitas (Community Based
Development) dengan sasaran lokasi kawasan yang dilaksanakan secara
terpadu oleh berbagai sektor.
Untuk
lingkungan permukiman yang terlalu padat akan sulit dilakukan
perbaikan kampung karena sulitnya mendapatkan tanah untuk membuat
prasarana lingkungan, disamping tingkat kepadatan telah tidak
memungkinkan untuk diciptakannya lingkungan permukiman yang sehat.
Karena itu, lingkungan permukiman seperti ini perlu ditata
berdasarkan konsep peremajaan permukiman kumuh. Agar dapat menampung
kembali seluruh penduduk semula dan menyediakan lahan untuk berbagai
prasarana dan fasilitas lingkungan, bangunan baru harus dibuat
bertingkat sehingga akan terjadi lingkungan rumah susun sederhana.
Penghuni lama diberi ganti rugi yang cukup untuk pembayaran DP Kredit
Kepemilikan Rumah Susun.
Untuk
mereka yang ditampung di rumah susun sederhana sewa (rusunawa),
sewanya ditetapkan kira-kira sama dengan sewa rumah yang mereka bayar
sewaktu lingkungan masih kumuh. Kalau perlu, besarnya sewa ditetapkan
sekedar cukup untuk menutup biaya operasional dan pemeliharaan tanpa
memperhitungkan pengembalian investasinya. Untuk mereka yang mau
membeli rumah susun, harganya ditetapkan paling tinggi sebesar harga
pokonya saja tanpa dibebani keuntungan developer dan diusahakan tidak
beda banyak dengan harga rumah tidak susun di pinggiran kota.
Agar
sewa dan angsuran yang harus mereka bayar sesuai denga kemampuan
mereka, maka kepada penghuni lama perlu diberi subsidi khusus.
Subsidinya dapat berupa subsidi dari pemerintah dalam bentuk subsidi
bunga KPR, dan subsidi langsung untuk menurunkan harga jualnya. Namun
dengan kondisi keuangan negara seperti sekarang ini subsidi dari
pemerintah akan sangat terbatas. Karena itu perlu diupayakan subsidi
dalam bentuk lain agar secara keseluruhan usaha ini menguntungkan
bagi semua pihak. Penghuni lama disubsidi oleh penghuni baru yang
akan tinggal di rumah susun dengan harga sewa yang lebih tinggi dari
penghuni lama. Subsidi juga dapat diperoleh dari penyewaan fasilitas
ruang usaha pada lantai dasar rumah susun.
Dalam
subsidi silang ini dianut suatu konsep bahwa semua pembiayaan yang
dikeluarkan untuk pembangunan rumah susun sederhana beserta prasarana
dan fasilitas lingkungannya dapat ditutup dengan menjual sebagian
lahan lingkungan hunian kumuh tersebut kepada pihak swasta. Dalam
lahan komersial tersebut dapat dibangun bangunan komersial sesuai
dengan rencana umum tata ruang kota. Pihak swasta yang membebaskan
lahan kumuh tersebut diharuskan membangun rumah susun murah sebesar
20% di areal manfaat secara komersial (SK Gub No. 540/1990).
Untuk
memungkinkan subsidi silang seperti ini maka proyek peremajaan harus
cukup luas dan lokasinya strategis untuk memungkinkan pembangunan
bangunan komersial cukup besar, menarik dan laku dengan membuat
bangunan rumah susun sederhana terpisah dengan bangunan lain semi
komersial. Diharapkan dengan sistem ini pihak developer swasta
tertarik untuk menangani peremajaan ini, karena masih akan diperoleh
keuntungan yang wajar.
Kepada
para developer swasta juga perlu diberikan berbagai keringanan dan
fasilitas untuk meningkatkan kelayakan proyeknya antara lain dengan
keringanan persyaratan perencanaan (seperti KDB dan KLB yang lebih
tinggi), keringanan dan percepatan proses dalam pemberian perizinan,
pemberian kredit konstruksi, keringanan perpajakan, bantuan dalam
pengosongan lokasi/pemindahan sementara penduduk dan penentuan serta
pembayaran ganti rugi yang diperlukan.
Garis
besar Konsolidasi Tanah Perkotaan (KTP) pada hakekatnya adalah upaya
merencanakan pembagian sebidang tanah menjadi beberapa persil tanah
matang. Untuk memperoleh rancangan tata ruang yang baik perlu adanya
pengurangan luas tanah untuk menggantikan biaya operasi dan sumbangan
bagian tanah untuk fasilitas yang bersifat kepentingan umum.
Dengan
Konsolidasi Tanah Perkotaan diupayakan : (a) Pemilik tanah tidak
mengeluarkan biaya pematangan tanah; (b) Pemilik tanah akan
memperoleh kembali haknya berupa persil tanah dan bangunan di lokasi
yang tempat tanah asal atau dengan kata lain pemilik tanah tidak
mengalami penggusuran; (c) Pemilik tanah mendapatkan persil tanah
dengan bentuk yang teratur dan terlayani oleh prasarana lingkungan;
(d) Terjaminnya efisiensi pendaftaran tanah dan kejelasan status
hukum mengenai pemilikan; (e) Menghindari atau mengurangi terjadinya
spekulasi tanah; (f) Adanya pencampuran luas kapling yang berbeda
sehingga penghuni dapat memilih sesuai dengan keperluannya
Kemiskinan merupakan
salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan.
Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan
pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan
dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan institusi penanggulangan
kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan
peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan
perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya.
1. Program Perbaikan
Kampung, yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan
lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.
2. Program uji coba
peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan membongkar
lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta menggantinya
dengan rumah susun yang memenuhi syarat.
Disini kekuatan
pemerintah/public investment sangat dominan, atau sebagai faktor
tunggal pembangunan kota.
3. Peremajaan yang
bersifat progresif oleh kekuatan sektor swasta seperti munculnya
super blok (merupakan fenomena yang menimbulkan banyak kritik dalam
aspek sosial yaitu penggusuran, kurang adanya integrasi jaringan dan
aktifitas trafik yang sering menciptakan problem diluar super blok).
Faktor tunggalnya adalah pihak swasta besar.
Pemerintah juga
telah membentuk institusi yaitu Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas). Tugas Pokok dan Fungsi Bappenas diuraikan sesuai
dengan Keputusan Presiden Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Organisasi dan tata kerja Kantor Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, tugas
pokok dan fungsi tersebut tercermin dalam struktur organisasi, proses
pelaksanaan perencanaan pembangunan nasional, serta komposisi sumber
daya manusia dan latar belakang pendidikannya. Dalam melaksanakan
tugasnya, Kepala Bappenas dibantu oleh Sekretariat Utama, Staf Ahli
dan Inspektorat Utama, serta 7 deputi yang masing-masing membidangi
bidang-bidang tertentu.
Yang di usahakan
adalah: perkembangan ekonomi makro, pembangunan ekonomi, pembangunan
prasarana, pembangunan sumber daya manusia, pembangunan regional dan
sumber daya alam, pembangunan hukum, penerangan, politik, hankam dan
administrasi negara, kerja sama luar negeri, pembiayaan dalam bidang
pembangunan, pusat data dan informasi perencanaan pembangunan, pusat
pembinaan pendidikan dan pelatihan perencanaan pembangunan
(pusbindiklatren), program pembangunan nasional(propenas), badan
koordinasi tata ruang nasional, landasan/acuan/dokumen pembangunan
nasional, hubungan eksternal.
Target
pemerintah 0% permukiman kumuh di tahun 2019 merupakan hal besar yang
harus dicapai. Dibutuhkan upaya yang sangat serius dalam memenuhinya.
Hingga tahun 2014, Kementerian Pekerjaan Umum melalui Quick Count
Survey permukiman kumuh menyebutkan bahwa terdapat 37.407 hektare
permukiman kumuh tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Menanganinya,
dibutuhkan percepatan penanganan dengan upaya inovatif dan dapat
menggerakkan seluruh pihak untuk bersama-sama, secara intensif,
menangani permukiman kumuh. Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
daerah tentunya merupakan pihak yang harus siap menghadapi tantangan
tersebut.
Berdasarkan
berbagai diskusi dan kajian yang didukung oleh Slum Alleviation
Policy and Action Plan (SAPOLA) disimpulkan, implementasi upaya
kolaborasi antarsektor, baik pemerintah pusat, daerah, maupun dunia
usaha bersama-sama menangani permukiman kumuh, sangat diperlukan.
Untuk itu, pemerintah resmi meluncurkan Program Nasional Penanganan
Permukiman Kumuh tahun 2015-2019 pada hari ini, Senin, 22 Desember
2014. Acara yang digelar di Executive Lounge Menteri PPN/Kepala
Bappenas ini dihadiri oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, para pimpinan daerah dari 9 kota percontohan,
mitra pembangunan, dan Praktisi yang terkait dengan penanganan
permukiman kumuh.
“Program
Nasional Penanganan Permukiman Kumuh Nasional 2015-2019” berupaya
untuk mengimplementasikan program kolaborasi sebagai platform dalam
penanganan kumuh, sehingga terjadi keterpaduan antarsektor
pembangunan. Dalam program tersebut, sesuai dengan amanat UU No.1
Tahun 2011, Pemerintah Daerah (Pemda) akan jadi pelaku utama dalam
penanganan, di mana seluruh pemetaan kebutuhan, rencana program,
hingga rencana investasi akan disusun oleh Pemda. Program-program
yang ada di pemerintah pusat kemudian hanya akan menjadi pendamping
daerah dalam penyusunan rencana dan menjalankan program, di mana
program yang ada di pusat pun harus disesuaikan dengan kebutuhan dan
kesiapan daerah.
Dalam
hal ini, ada 9 kota/kabupaten yang terpilih sebagai kota percontohan
(showcase) penanganan kekumuhan yang bisa ditiru oleh daerah lainnya.
Kota/kabupaten terpilih merupakan kota yang terbukti telah memiliki
komitmen dalam penanganan kumuh, ditunjukkan dari (1) adanya Perda
Kumuh atau SK Kumuh, termasuk prioritas lokasi penanganan; (2)
memiliki program inisiatif, baik dari pusat ataupun daerah yang dapat
dijadikan platform penanganan; dan (3) memiliki perencanaan dan
target yang jelas terkait penanganan kumuh. Kesembilan kota/kabupaten
itu adalah Semarang, Pekalongan, Banjarmasin, Makassar, Palembang,
Yogyakarta, Surabaya, Malang, Kabupaten Tangerang.
Dalam
pelaksanaannya, ada dua tahapan pelaksanaan yang harus dilalui.
Pertama, tahap perencanaan dan persiapan (2015). Yaitu, (1)
Penyusunan rencana investasi penanganan kumuh oleh daerah. Pemda
menyusun Strategi Penanganan Kumuh Kota yang terdiri atas pemetaan
kebutuhan, prioritas penanganan, rencana program, hingga rencana
investasi; (2) Bridging-period menjadikan penanganan kumuh sebagai
platform nasional dengan melakukan sinergitas perencanaan antara
pusat-daerah; (3) Rekrutmen fasilitator; (4) Memorandum of
Understanding (MoU) antara pemerintah pusat dan daerah serta pihak
lainnya; (5) Finalisasi database, manual modul, website dan
lain-lain; (6) Scaling-up program Neighborhood Development sebagai
program nasional.
Kedua,
tahap implementasi (2016-dst), yang terdiri atas proses pelaksanaan
program dari berbagai sumber pendanaan (multisources), hingga
monitoring dan evaluasi.
BAB III
PENUTUP
Mengingat
bahwa lahan di perkotaan semakin terbatas dan harganya semakin
meningkat, maka perlu optimasi penggunaan lahan tersebut dengan
membangun perumahan secara vertikal, bahkan untuk kota-kota besar hal
tersebut sudah menjadi keharusan. Para penghuni kawasan kumuh
direlokasikan ke rumah susun, agar lingkungan kumuh tersebut dapat
ditata lebih memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan serta
meningkatkan tatanan sosial-ekonomi masyarakat di kawasan tersebut.
Peremajaan
masalah lingkungan kumuh harus sederhana tetapi memerlukan pemikiran
yang sophisticated dan pendekatan yang bersistem (system approach),
tidak main kuasa dan asal gusur, dan menghindari adanya protes warga,
dan melakukan penyuluhan terpadu. Peremajaan lingkungan kumuh
menyangkut kesiapan sosial dan kelembagaan masyarakat, pemecahan
masalah lingkungan kumuh harus didasarkan atas kondisi setempat yang
spesifik dan pendekatan bersifat partisipatif. Partisipatif perlu
diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat yang lingkungan
permukimannya akan diremajakan di dalam menentukan nasib sendiri.
Terpenuhinya
kebutuhan papan (perumahan) di samping sandang, pangan, pendidikan
dan kesehatan, akan meningkatkan produktivitas kerja dan mempercepat
perwujudan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Perumahan memegang peranan penting untuk pembentukan watak dan
kepribadian suaru bangsa. Untuk itu kehadiran kawasan permukiman
kumuh di perkotaan, bahkan di mana saja tidak boleh dibiarkan terus
berkembang. Harus kita hambat, kita kurangi bahkan apabila mungkin
kita hilangkan sama sekali
Agar
arus urbanisasi dapat dekendalikan, maka perlu dilakukan peningkatan
penghasilan pedesaan. Tanpa upaya-upaya itu (penataan lingkungan
kumuh dan perbaikan perekonomian pedesaan) yang harus semakin
meningkat, maka seperti yang kita saksikan, lingkungan kumuh semakin
padat tingkat huniannya dan semakin buruk kualitas lingkungannya,
ringkasnya semakin kumuh.
Untuk
mencapai keberhasilan program peremajaan permukiman kumuh di
perkotaan, perlu ditingkatkan peran dan kemampuan Pemda Tingkat II
(untuk DKI Jakarta, Pemda Tingkat I bersama Wilayah Kota), dan
didorong keikutertaan BUMN, BUMD, Yayasan, Perusahaan Swasta, LSM,
LPSM, dan masyarakat luas. Walaupun pelaksaan peremajaan dapat
dilakukan oleh berbagai instansi/badan, namun peran pemerintah daerah
selalu diperlukan untuk kelancaran jalannya proses peremajaan mulai
dari penetapan lokasi yang perlu diremajakan, hasil akhir peremajaan,
pengosongan lingkungan dan pemberian ganti rugi, serta dalam hal
tertentu juga pengelolaan rumah susun hasil peremajaan.
Silas
Johan. 1995. Perum perumnas Dalam TantanganTugas: Hasil Penelitian
1974-1994. Perum Perumnas Departemen PU Jakarta.
Pemukim
dan Pemukiman Di Wilayah Jakarta. 1997. Dinas Museum dan Sejarah
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
Komarudin.
1997. Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman. Yayasan
Realestat Indonesia-PT. Rakasindo. Jakarta.
Modul
perencanaa permukiman.
Komentar
Posting Komentar